SATUJALAN – Dr. Nur Rofiah Bil Uzm? Namanya makin dikenal setelah ia sukses mengadakan Ngaji KGI Kajian Gender Islam yang telah diselenggarakannya di daerah-daerah. Ia berhasil memberikan pemahaman tentang kesetaraan dan isu gender kepada banyak orang melalui program ini. Setelah dunia dilanda pandemik, kegiatan ini berlangsung secara online dan sama sekali tak mengurangi kebermanfaatan akan ilmu yang ia sebarkan. Penulis “Nalar Kritis Muslimah” dan dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Quran ini kembali mengadakan webinar berjudul “Landasan Spiritual dalam Pernikahan” pada Kamis, 4 Desember 2020 pukul WIB. Seperti pada kelas-kelas sebelumnya, ia selalu menekankan konsep taqwa. Bahwa ketaqwaan yang mutlak hanya diperuntukkan kepada Allah, adapun ketaatan kita kepada orang, guru, dan pasangan adalah wujud taqwa kepada Allah. Semata-semata semua menuju Allah. Pada webinar tersebut, Bu Nur menjelaskan bahwa manusia bukan hanya diciptakan secara jasmaninya fisik saja, tetapi juga non fisiknya yang justru lebih penting dan substantif. Manusia diciptakan bersamaan dengan jiwa dan akalnya yang harus berkualitas, bernilai spiritual dan intelektual. Maka itulah yang membedakan ia dengan makhluk lainnya. Keduanya yang berfungsi untuk memilah dan memilih. Dalam mewujudkan rumah tangga yang ideal, maka diperlukan standar untuk menentukan pasangan yang ideal. Standar tersebut dilihat dari taqwanya. Taqwa berelasi kuat dengan komitmen untuk berbuat baik kepada makhluk Allah. Dalam hadis Nabi disabdakan عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا ، وَلِحَسَبِهَا ، وَلِجَمَالِهَا ، وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikanya, lalu agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia. HR. Bukhari dan Muslim Hadis ini seringkali disalah pahami, narasi tersebut merupakan berita yang menggambarkan kebiasaan manusia dalam memilih perempuan untuk dijadikan pendamping. Padahal kalimat perintahnya ada di akhir, yaitu pilihlah karena ketaatannya pada agama. Akan tetapi tuntutan untuk taat beragama bukan hanya diberikan kepada perempuan, melainkan juga kepada laki-laki. Maka standar pasangan ideal adalah taqwa dan kebermanfaatnya kepada sesama. Seperti pada firman Allah surat al-Hujurat ayat 13 “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” Juga pada sabda Nabi Muhammad yang berbunyi “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni Soal sekufu atau standar juga sebenarnya ada pada taqwa, bukan pada paras. Dan kafaah kapabilitas sebagai suami istri yang ideal adalah proses yang terus dijalani selama berumah tangga. Sehingga masing-masing tidak berhenti untuk belajar dan menuju ideal yang hakiki. Sebab sejatinya kesempurnaan milik Allah semata. Kemudian Bu Nur Rofiah menampilkan 5 pilar perkawinan yang berasaskan Alquran. Kelimanya ialah Pertama, Mitsaqan Ghalidlan, keyakinan bahwa perkawinan adalah janji yang kokoh sehingga tidak mempermainkannya. Hal ini termaktub dalam surat an-Nisa ayat 21. Kedua, Zawaaj, keyakinan bahwa suami dan istri dalam perkawinan adalah berpasangan sehingga saling melengkapi dan bisa bekerja sama untuk kemaslahatan. Ia termaktub dalam surat al-Baqoroh ayat 187 dan ar-Rum ayat 21 Ketiga, Mu’asyarah bil Ma’ruf, suami dan istri saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat. Tercantum dalam surat an-Nisa ayat 19. Keempat, Musyawarah, suami dan istri menjadikan musyawarah sebagai cara mengambil keputusan keluarga. Disarikan dari surat al-Baqoroh ayat 233. Kelima, Taradlin, suami dan istri saling menjaga kerelaan pasangannya dalam setiap tindakan. Dikutip dari surat al-Baqoroh ayat 233 juga. Kelima pilar tersebut menjadi landasan kuat dalam mewujudkan pasangan yang sakinah, mawaddah, dan rohmah. Selain mencapai ketiga hal tersebut, rumah tangga juga harus memiliki beberapa relasi agar kemaslahatannya tidak hanya terjadi di dalam rumah saja, tetapi juga di luar. Kelima relasi tersebut adalah marital, relasi antara suami dan istri yang solih dan solihah. Kedua, parental, relasi antara orang tua dengan anak. Ketiga, familial, relasi antara keluarga dengan keluarga besar. Keempat, sosial, relasi antara keluarga dengan masyarakat, negara, dan dunia. Terakhir, ekologi, relasi keluarga dengan lingkungan hidup dan alam. Demikianlah beberapa indikator rumah tangga ideal yang sejatinya merupakan proses sepanjang usia dan dilakukan secara bersama-sama, bukan sepihak. Rumah tangga ideal bukan sesuatu yang bisa dicapai begitu saja lalu selesai. Karena sejatinya hidup adalah sekolah pembelajaran yang begitu luas. */SUMBERPertama zawaj (berpasangan). Suami istri harus saling melengkapi dan saling kerjasama. Saling membutuhkan satu sama lain. Sebagaimana dalam Al Qur'an " suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (QS. Al Baqarah:187). Perkawinan adalah menyatunya jiwa dan raga, tidak jiwa saja, pun tidak raga saja. PILAR pernikahan menjadi hal penting dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Merujuk pada ar-Rum [30] 21, manusia secara umum baik laki-laki maupun perempuan mendambakan pasangannya masing-masing agar memperoleh ketentraman sakinah, dengan pondasi rasa dan sikap cinta mawaddah juga kasih rahmah dalam hidupnya. Tujuan tentram tersebut erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat biologis, ekonomi, sosial, keluarga nasab, maupun moral-spiritual din. Namun, di antara beberapa hal tersebut, Alquran dan hadis menganjurkan bahwa din-lah yang harus menjadi tujuan utama pernikahan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa ayat Al-Quran telah memberi pedoman terkait hal ini. Kandungan dari ayat-ayat tersebut sekaligus menjadi pilar atau pedoman kehidupan berumah tangga. BACA JUGA Untuk Para Pria yang Ingin Menikah Dalam buku Qira’ah Mubādalah, Faqihuddin Abdul Kodir merumuskannya menjadi 5 pilar kehidupan rumah tangga atau 5 pilar pernikahan, sebagai berikut Pilar Pernikahan Mitsaqan Ghalizha Maknanya adalah memahami pernikahan sebagai ikrar yang kuat dan berat. Hal ini terkandung dalam QS An Nisa 21. Pernikahan merupakan kesepakatan kedua belah pihak dan komitmen bersama yang diwujudkan dengan akad nikah. Laki-laki dan perempuan yang telah menjadi pasangan suami istri berarti telah terikat pada perjanjian yang kokoh mītsāqan ghalīzhan. Ikatan tersebut harus dijaga, dipelihara, dan tetap dilestarikan bersama-sama sepanjang kehidupan pernikahan. Pada hakikatnya ikatan dalam pernikahan bukan hanya antara suami dan istri melainkan perjanjian agung antara suami istri dan Allah swt., sehingga pengelolaan rumah tangga haruslah dengan prinsip “berkumpul secara baik-baik atau berpisah secara baik-baik” karena memberikan perlakuan baik kepada suami atau istri merupakan bagian dari ajaran ketakwaan kepada Allah swt. Maknanya adalah berpasangan. Hubungan relasi sepasang suami istri itu adalah saling melengkapi satu sama lain. Artinya, suami dan istri masing-masing adalah separuh bagi yang lain dan sempurna jika antara keduanya saling menyatu dan bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan pernikahan. Hal ini diungkapkan dalam QS Al Baqarah 187, bahwa suami adalah pakaian untuk istri dan istri adalah pakaian untuk suami hunna libāsun lakum wa antum libāsun lahunna. Gambaran tersebut mengingatkan bahwa suami dan istri sebagai pasangan di antaranya harus saling menghangatkan, memelihara, menghiasi, menutupi, menyempurnakan juga memuliakan satu sama lain. BACA JUGA Menikah Itu Menyempurnakan Setengah Agama, Apa Maksudnya? Pilar Pernikahan Mu’asyarah bil ma’ruf Maknanya adalah prinsip pernikahan berdasarkan kesalingan. Prinsip kesalingan antara suami dan istri adalah turunan dari dua pilar sebelumnya. Sikap ini adalah etika paling fundamental dalam relasi antara suami istri. Menumbuhkan prinsip kesalingan dalam rumah tangga akan membantu menjaga dan menghidupkan segala kebaikan yang menjadi tujuan bersama. Disebutkan dalam QS An Nisa ayat 19 “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS An Nisa 19 Anjuran berlaku baik terhadap istri dan larangan berlaku sewenang-wenang seperti pemaksaan, mewarisi tubuh, menghalangi dan mengambil harta benda istri sebagaimana kebiasaan masyarakat Arab pra-Islam yang digambarkan dalam ayat tersebut, memberikan pesan universal bahwa seorang laki-laki suami tidak berhak sewenang-wenang terhadap perempuan istri. Begitupun sebaliknya anjuran dan larangan tersebut berlaku untuk perempuan istri terhadap suami. Artinya, para istri dilarang juga melakukan pemaksaan terhadap suami, menghalangi dan merampas hartanya. Baik suami maupun istri harus berperilaku baik terhadap pasangannya. Pilar Pernikahan Musyawarah Maknanya, senantiasa bermusyawarah dengan pasangan. Sikap dan perilaku untuk selalu bermusyawarah atau merembuk dan saling tukar pendapat dalam memutuskan sesuatu dalam rumah tangga adalah hal yang sangat penting. Baik suami ataupun istri hendaknya tidak menjadi pribadi yang otoriter dan selalu memaksakan kehendak pada pasangannya. Segala sesuatu terutama perkara yang menyangkut dengan pasangan dan keluarga, tidak boleh langsung diputuskan sendiri tanpa melibatkan dan meminta pendapat dari pasangan. Pilar untuk saling bermusyawarah ini disinggung dalam QS Al Baqarah 233. Ayat ini membincang tentang penyapihan anak yang harus diputuskan berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak yaitu suami dan istri. Melibatkan, mengajak berbicara dan musyawarah merupakan salah satu bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap harga diri dan kemampuan pasangan. Dengan perbedaan sudut pandang yang digunakan dalam melihat suatu masalah oleh pasangan akan menjadikan keputusan sangat matang dengan kesadaran penuh akan manfaat dan akibat yang ditimbulkan dari keputusan tersebut. BACA JUGA Untuk Kamu yang Takut Menikah Pilar Pernikahan Taradhin Artinya saling memberi kenyamanan satu sama lain. Alquran membahasakannya dengan tarādhin min humā yaitu kerelaan dan penerimaan dari dua belah pihak. Kerelaan merupakan penerimaan paling puncak dan menimbulkan kenyamanan yang paripurna. Pasangan suami istri harus menjadikan pilar ini penyangga segala aspek baik itu perilaku, ucapan, sikap dan tindakan sehingga rumah tangga tidak hanya kokoh namun memberikan kebahagiaan dan rasa cinta kasih. Landasannya adalah QS Al Baqarah 233, yakni dalam penyapihan anak saja harus berdasarkan kerelaan antara kedua belah pihak, apalagi untuk hal-hal dalam kehidupan yang lebih mendasar. Sehingga dalam rumah tangga tersebut tercipta kehidupan surgawi yang memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi suami dan istri. Lebih lanjut, rumah tangga tersebut menjadi ladang ibadah yang kemudian membuka kebaikan-kebaikan yang begitu banyak dalam kehidupan, karena setiap kebaikan adalah sedekah dan setiap sedekah akan diapresiasi oleh pahala. [] Referensi Qira’ah Mubādalah/Karya Faqihuddin Abdul Kodir/Penerbit IRCiSoD/Tahun 2019 Darireferensi yang didapatkan, setidaknya ada 4 (empat) pilar yang menentukan sebuah keluarga akan kokoh atau rapuh. Pilar-pilar tersebut adalah Zawaj, Mitsaqan ghalizhan, mu'asyarah bil ma'ruf dan Musyawarah. Pertama, zawaj yang berarti berpasangan; dalam istilah Islam, pergaulan dalam pernikahan disebut zawaj (berpasangan).
1. Pengertian Pernikahan Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi atau “pernikahan”. Sedang menurut syari’ah, “nikah” berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban Undang-undang Pernikahan RI UUPRI Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau pernikahan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.Pernikahan sama artinya dengan perkawinan. Allah Swt. berfirman “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. an-Nisa/43. 2. Tujuan Pernikahan Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina keluarga sakinah dalam rumah tangga, di antaranya sebagai Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi, Rasulullah saw., bersabda Artinya “Dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda “wanita dinikahi karena empat hal karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka” ¦R. Al-Bukhari dan Muslim.b. Untuk mendapatkan ketenangan hidupAllah Swt. berfirmanوَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَArtinya ”Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. bagi kaum yang berpikir”. ar-Rμm/3021.c. Untuk membentengi akhlakRasulullah saw. bersabda “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa shaum, karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. ¦R. al-Bukhari dan Muslimd. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah saw. bersabda“Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!”. Mendengar sabda Rasulullah saw. para sahabat keheranan dan bertanya “Wahai Rasulullah saw., seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika mereka para suami bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa? “ Jawab para shahabat, ”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya di tempat yang halal, mereka akan memperoleh pahala!”. ¦R. Muslim.e. Untuk mendapatkan keturunan yang salehAllah Swt. berfirman“Allah Swt. telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah Swt.?”. an- Nahl/1672.f. Untuk menegakkan rumah tangga yang IslamiDalam al-Quran disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talaq perceraian, jika suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Firman Allah Swt.Talaq yang dapat dirujuki dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah Swt., maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum- hukum Allah Swt., maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. mereka itulah orang-orang yang dzalim”. al-Baqarah/2229. 3. Hukum Pernikahan Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa mudharat maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal melakukan pernikahan adalah ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing-masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. Penjelasannya sebagai Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah dengan Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk menikah namun tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat, sekiranya tidak menikah. Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh melakukan dan boleh tidak melakukan pernikahan. Tapi melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri untuk beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt..c. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah berakal. Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lainnya. Pernikahan seperti ini mengandung bahaya bagi wanita yang akan dijadikan istri. Sesuatu yang menimbulkan bahaya dilarang dalam hal ini Imam al-Qurtubi mengatakan, “Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menafkahi istri atau memberi mahar , dan memenuhi hak-hak istri yang wajib, atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia tidak boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon suami jika dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual dengannya”.e. Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi hak-hak istri dan buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan. 4. Mahram Orang yang Tidak Boleh Dinikahi Al-Quran telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh haram dinikahi an-Nisā’ /423-24. Wanita yang haram dinikahi disebut juga mahram nikah. Mahram nikah sebenarnya dapat dilihat dari pihak laki-laki dan dapat dilihat dari pihak wanita. Dalam pembahasan secara umum biasanya yang dibicarakan ialah mahram nikah dari pihak wanita, sebab pihak laki-laki yang biasanya mempunyai kemauan terlebih dahulu untuk mencari jodoh dengan wanita dari kondisinya, mahram terbagi kepada dua; pertama mahram muabbad wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya seperti keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri jika ibunya sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri. Kedua mahram gair muabbad adalah mahram sebab menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, misalnya saudara sepersusuan kakak dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau meninggal dunia. Yang lain dengan sebab istri orang dan sebab ayat tersebut, mahram dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut. 5. Rukun dan Syarat Pernikahan Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat pernikahan. Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan mana yang termasuk syarat dan mana yang termasuk rukun. Jumhur ulama sebagaimana juga mażhab Syafi’i mengemukakan bahwa rukun nikah ada lima seperti di bawah Calon suami, syarat-syaratnya sebagai mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi karena adanya hubungan nasab atau sepersusuanOrang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing- masing pihak. Dasarnya adalah hadis dari Abu Hurairah yaitu ”Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya.” ¦R. al- Bukhari dan Muslim.Mu’ayyan beridentitas jelas, harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-laki dengan menyebut nama atau sifatnya yang Calon istri, syaratnya mahram si dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau berstatus sebagai istri Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat, Rasulullah saw. bersabda “Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.” Umar bin Khattab ra. berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya atau seorang pemimpin”.Syarat wali yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci,laki-laki, bukan perempuan atau banci,mahram si wanita,baligh, bukan anak-anak,berakal, tidak gila,adil, tidak fasiq,tidak terhalang wali lain,tidak buta,tidak berbeda agama,merdeka, bukan Dua orang Allah Swt. “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian”. at-Țalaq/652.Syarat saksi adalah sebagai dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kualifikasi sebagai dalam keadaan rela dan tidak Sigah Ijab Kabul, yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad nikah. Syarat shighat adalah sebagai tergantung dengan syarat terikat dengan waktu dengan bahasa menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”, tidak boleh dalam bentuk kinayah sindiran, karena kinayah membutuhkan niat sedang niat itu sesuatu yang harus dengan ucapan “Qabiltu nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan dari ijab. 6. Pernikahan yang Tidak Sah Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah sebagai Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya adalah hadis berikut “Bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan mut’ah serta daging keledai kampung jinak pada saat Perang Khaibar. HR. Muslim.b. Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis berikut. “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” HR. Muslimc. Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. HR. at-Tirmiżid. Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah saw. bersabda “Orang yang sedang melakukan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” ¦R. Muslime. Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan di mana seorang laki- laki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik karena perceraian ataupun karena meninggal dunia. Allah Swt. berfirman “Dan janganlah kamu ber’azam bertetap hati untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya”. al-Baqarah/2235f. Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin walinya. Rasulullah saw. bersabda “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”g. Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, berdasarkan firman Allah Swt. “Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. al-Baqarah/2221h. Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan.
KasiSistem Informasi Urusan Agama Islam Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Muhtasit memberikan materi tentang empat pilar pernikahan. Pertama, zawaj yaitu berpasangan. "Suami dan istri adalah berpasangan (zawaj) yang saling melengkapi. Masing-masing mempunyai peran dan tugas sendiri
Jakarta ANTARA - Pakar Pendidikan Keluarga Alissa Wahid mengatakan terdapat lima pilar pernikahan dalam Islam sebagaimana disarikan dari Al Quran sebagai landasan bagi keluarga sakinah mawaddah warahmah. "Pertama suami istri sama-sama meyakini keduanya dalam perkawinan sebagai berpasangan," kata Alissa dalam telekonferensi yang dipantau dari Jakarta, Rabu. Putri sulung mantan Presiden Abdurrahman Wahid Gus Dur itu mengatakan sebagaimana Quran Surat QS Ar Rum ayat 21 disebutkan dari pasangan suami istri itu akan tercipta ketenteraman di antara keduanya. Baca juga Astrie Ivo ajak muslim teladani Rasulullah dalam membangun keluarga Baca juga Menag keluarga sakinah pilar kemajuan bangsa Pilar kedua suami istri, kata dia, meyakini dua belah pihak mengikat komitmen melalui janji yang kokoh sebagaimana QS An Nisa ayat 20, yaitu perkawinan dengan segala konsekuensinya. Selanjutnya atau pilar ketiga, kata Alissa, pasangan harus dapat saling memperlakukan secara bermartabat sesuai perintah QS An Nisa ayat 19. Dalam menjalani pernikahan, kata dia, juga harus mengedepankan musyawarah dalam memutuskan berbagai perkara keluarga seperti tertuang dalam QS Al Baqarah ayat 233. Dan pilar kelima pernikahan dalam Islam, kata dia, melandaskan pada QS An Nisa ayat 24 yaitu agar pasangan mengupayakan ridho suami/istrinya demi memperoleh ridho Allah. Alissa mengajak bagi para pasangan suami istri untuk dapat menjadikan pilar-pilar itu sebagai panduan dalam membina bahtera rumah tangga yang menemui berbagai rintangan. Baca juga Mencari Keluarga Sakinah di Tengah Maraknya Perceraian Baca juga Aisyiyah Yakini Keluarga Sakinah Dapat Selamatkan Bangsa Baca juga Tanda-tanda keluarga harmonis dan bahagiaPewarta Anom PrihantoroEditor Budhi Santoso COPYRIGHT © ANTARA 2020Konsenkuensidari hal ini adalah, hubungan antara suami dan istri adalah bersifat kesalingan, kemitraan, dan kerjasama. Tidak boleh salah satu dari dua belah pihak menindas yang lain. Adapun lima pilar yang dimaksud ialah: Pertama, komitmen pada ikatan janji yang kokoh sebagai amanah dari Allah SWT. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt ArticlePDF AvailableAbstractThis article with a literature study aims to describe the implementation of marriage guidance programs, as a pre-marital program which is expected to be a systematic way to realize national family resilience. Marriage is one of the sunnah of the Prophet Muhammad which is carried out as an effort to fulfill human biological needs to live together, love each other, love each other and love each other and contains a vertical dimension. The results of the discussion show that the realization of family resilience must start from the process of forming a family through legal marriage, according to religious values. The family is the main foundation in building a system and social order as the basis for national resilience. Marriage guidance is a form of revitalization to strengthen the formation of marriage institutions which is a concrete effort that is expected to be able to realize the formation of many sakinah families in Indonesia. The marriage guidance program is a form of state responsibility to be able to realize national family resilience. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 5, No. 2, November 2021 hal 223-242 p ISSN 2580-3638; e ISSN 2580-3646 DOI Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga Nasional Arditya Prayogi Institut Agama Islam Negeri IAIN Pekalongan M. Jauhari Kemenag Kanwil Kota Palembang heriaman1976 Abstract This article with a literature study aims to describe the implementation of marriage guidance programs, as a pre-marital program which is expected to be a systematic way to realize national family resilience. Marriage is one of the sunnah of the Prophet Muhammad which is carried out as an effort to fulfill human biological needs to live together, love each other, love each other and love each other and contains a vertical dimension. The results of the discussion show that the realization of family resilience must start from the process of forming a family through legal marriage, according to religious values. The family is the main foundation in building a system and social order as the basis for national resilience. Marriage guidance is a form of revitalization to strengthen the formation of marriage institutions which is a concrete effort that is expected to be able to realize the formation of many sakinah families in Indonesia. The marriage guidance program is a form of state responsibility to be able to realize national family resilience. Keywords Guidance; marriage; family; national resilience Abstrak Artikel dengan studi pustaka ini bertujuan untuk mendeskripsikan program pelaksanaan bimbingan perkawinan, sebagai sebuah program pra-nikah yang diharapkan dapat menjadi cara yang tersistematis untuk mewujudkan ketahanan keluarga nasional. Perkawinan merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw yang 224 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 dilakukan sebagai salah satu upaya pemenuhan kebutuhan biologis manusia untuk hidup bersama, saling menyayangi, saling mengasihi dan saling mencintai serta mengandung dimensi vertikal. Hasil pembahasan menunjukan bahwa perwujudan ketahanan keluarga harus dimulai dari adanya proses pembentukan keluarga melalui perkawinan yang sah, menurut nilai-nilai agama. Keluarga menjadi pondasi utama dalam membangun sistem dan tatanan sosial sebagai basis ketahanan nasional. Bimbingan perkawinan merupakan bentuk revitalisasi penguatan pembentukan lembaga pernikahan yang merupakan upaya kongkrit yang diharapkan mampu mewujudkan terbentuknya banyak keluarga sakinah di Indonesia. Progam bimbingan pernikahan menjadi salah satu bentuk tanggung jawab negara untuk dapat mewujudkan ketahanan keluarga nasional. Kata Kunci Bimbingan; perkawinan; keluarga; ketahanan nasional Pendahuluan Perkawinan dalam Islam adalah sesuatu yang suci, agung, sakral bahkan bagian dari peribadatan seorang hamba kepada Tuhannya, sebab itu dalam perkawinan masing-masing pihak tidak boleh melakukannya setengah hati, main-main atau sekedar coba-coba, karena hal itu akan berdampak pada kelanggengan rumah tangga mereka, perkawinan seperti itu rapuh, goyah dan mudah hancur bila berhadapan dengan problematika rumah tangga yang sangat kompleks. Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting. Pernikahan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan pernikahan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai mahluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan dari hasil pernikahan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan. Selaras dengan Islam, dalam konstitusi Indonesia perkawinan disebut sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha bunyi pasal pertama dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang sampai sekarang secara substansial Undang-undang tersebut belum mengalami perubahan. Indonesia sebagai Negara dengan penduduk terbesar keempat di Sudarsono, 2010, p. 9. Meski sempat teramandemen oleh MK yaitu dikabulkan sebagian dari gugatan uji materi terkait pembedaan usia perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 225 dunia dan merupakan Negara dengan jumlah mayoritas muslim terbesar di dunia, sangat konsen memperhatikan masalah perkawinan karena bila kelak perkawinan tersebut melenceng dari tujuan diatas maka akan berdampak juga dalam proses pembangunan negara ke depan. Perkawinan sejatinya adalah pintu masuk pertama dalam mewujudkan ketahanan keluarga yang dapat menunjang proses pembangunan di kita bayangkan bila keluarga sebagai satuan terkecil dalam struktur negara yang terbentuk dari hasil perkawinan, mengalami kegoncangan dalam bahtera rumah tangganya yang berakhir dengan perceraian maka kemungkinan akan juga menjadi penghambat proses pembangungan suatu bangsa, karenanya ketika sebuah perceraian terjadi, maka berbagai persoalan bangsa akan muncul menyertainya, seperti lahirnya proses pemiskinan, khususnya pada perempuan dan anak-anak, perceraian juga menjauhkan anak dari kehidupan yang sehat dan tentang mewujudkan keluarga sakinah, kesadaran bersama dalam membangun keluarga sehat dan berkualitas, kesungguhan dalam mengatasi berbagai konflik keluarga, serta komitmen dalam menghadapi berbagai tantangan global yang semakin berat, secara keseluruhan menjadi prasyarat yang harus dimiliki oleh calon pengantin. Oleh karena itulah Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah yang menangani persoalan-persoalan keagamaan termasuk didalamnya tentang pencatatan perkawinan,menyelenggarakan Binwin atau bimbingan perkawinan untuk calon pengantin, yang tujuannya adalah untuk mencapai keluarga sakinah tadi. Diharapkan dengan mengikuti kegiatan ini, calon pengantin semakin siap memasuki gerbang rumah tangga yang dengan itu artinya resiko munculnya perceraian akan dapat dihindari atau diminimalisir yang ujungnya dapat memperkuat ketahanan keluarga nasional. Sebenarnya pemerintah Indonesia juga mempersulit terjadinya perceraian dan telah membentuk Badan Penasehatan, Pembinaan dan tentang Perkawinan. MK menyatakan perbedaan batas usia perkawinan laki -laki dan perempuan dalam UU tersebut menimbulkan diskriminasi, namun hal ini tidak menghilangkan substansi dari UU tersebut. Dalam sistem perundangan di Indonesia juga sudah ada dasar terkait regulasi ketahanan keluarga. Pada UUD 1945 Pasal 28 B disebutkan dalam ayat 1, "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah." Dan ayat 2, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi." Artinya UUD kita sangat mendukung ketahanan keluarga dan melindungi anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya. Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017, p. IV. Melalui Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI bekerjasama dengan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI disusunlah instrumen Bimbingan Perkawinan untuk calon pengantin, yang merupakan revitalisasi pelaksanaan Kursus Calon Pengantin yang penyampaiannya tidak lagi monoton, tapi lebih variatif, inovatif dan tidak membosankan bagi calon pengantin. 226 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 Pelestarian Perkawinan BP4 untuk melestarikan suatu perkawinan. Pelestarian perkawinan tidak bisa diupayakan setelah terjadi permasalahan dalam rumah tangga, pelestarian perkawinan harus dilakukan sebelum perkawinan itu terjadi, maka pemerintah mengamanatkan agar sebelum perkawinan dilangsungkan, setiap calon pengantin harus diberikan pengetahuan-pengetahuan terlebih dahulu tentang gambaran kehidupan rumah tangga melalui bimbingan perkawinan bagi calon pengantin. Lewat Keputusan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2017, diintruksikan bahwa setiap laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan harus mengikuti bimbingan perkawinan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama atau organisasi keagamaan yang telah memiliki akreditasi dari Kementerian Agama. Materi yang disampaikan dalam pelaksanaan program bimbingan perkawinan inipun beragam. Mulai dari mempersiapkan diri untuk berumah tangga, sampai dengan cara-cara menyelesai konflik diantara anggota keluarga. Pelaksanaan bimbingan perkawinan ini sebagaimana diatur dalam pedoman penyelenggaraan, wajib diikuti oleh laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan pernikahan serta sudah mendaftarkan pernikahannya ke KUA Kecamatan. Kegiatan ini bertujuan agar calon pengantin mengetahui serta mempunyai keterampilan untuk membina rumah tangga serta mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian. Pembiayaan kegiatan ini sesuai dengan bab IV pertaturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 373 Tahun 2017, adalah bersumber dari APBN, PNBP NR, namun dikarenakan bimbingan perkawinan ini masih dalam matang, maka Kementerian Agama sementara mengalokasikan dana PNBP Biaya Nikah maupun riset-riset mengenai urgensi bimbingan pernikahan telah banyak ditulis. Semisal tulisan Nurfauziyah, Zaini, dan tulisan-tulisan lain yang semisal, yang pada intinya banyak mengulas mengenai pentingnya bimbingan perkawinan dalam mewujudkan keluarga Sakinah. Artikel maupun riset ini, masih mengulas mengenai keterkaitan antara pentingnya bimbingan pernikahan dengan perwujudan keluarga Sakinah. Pendek kata, dimensi vertikal-spiritual lebih banyak digunakan di dalamnya. Oleh karenanya, belum terdapat bahasan terkait bimbingan perkawinan yang selain berdimensi spiritual keluarga Sakinah, juga berdimensi praktikal ketahanan nasional. Dititik ini, artikel ini dapat menjadi pembeda karena selain mengulas mengenai praktik bimbingan perkawinan yang telah direvitalisasi, juga mengaitkannya dengan dimensi Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, 2019. Nurfauziyah, 2017, pp. 449–468. Zaini, 2015, pp. 89–105. Fauzia, 2019, pp. 47–58. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 227 praktikal ketahanan keluarga. Untuk itu artikel ini bertujuan untuk menjabarkan relevansi bimbingan perkawinan dengan ketahanan keluarga nasional yang secara filosofis dapat menjadi masukan dalam mewujudkan pembangunan masyarakat yang kuat. Artikel ini ditulis menggunakan pendekatan metode riset deskriptif kualitatif dengan bentuk penggalian data pustaka/studi literatur. Penulisan dilakukan melalui proses penggalian data dari berbagai sumber rujukan literatur tertulis yang membahas berbagai artikel/tulisan terkait dengan bimbingan perkawinan. Sumber-sumber tersebut dapat diakses melalui beragam tempat perpustakaan dan media internet secara terbuka kemudian dituangkan dalam bentuk penjelasan berupa rangkaian kalimat. Tulisan dalam artikel ini dapat menjadi sari dari berbagai artikel dan tulisan yang terkait. Dengan demikian, artikel ini dapat menjadi sintesis dari tulisan-tulisan yang pernah ada, untuk kemudian dilihat dalam hubungannya dengan apa yang bisa dilakukan dalam konteks saat ini. Pembahasan Konsep Bimbingan Perkawinan Menurut bahasa, bimbingan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “guidance” dari kata kerja “to guide” yang berarti menunjukan, membimbing, atau menuntun orang lain menuju jalan yang benar. Secara terminologis, pengertian bimbingan dapat berarti pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup, bantuan ini bersifat psikologis dan tidak berupa pertolongan finansial, medis dan sebagainya. Bimbingan dapat pula berarti proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok yang bersifat psikis atau kejiwaan agar individu atau kelompok itu dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, dan selalu berjalan dijalan yang benar dan tidak hilang arah. bimbingan juga adalah proses bantuan yang diberikan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau kelompok agar individu Arifin, 1976, p. 18. 1999, p. 99. Prayitno, 2013, p. 99. 228 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 dapat mengetahui kemampuan atau bakat minatnya serta dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Kebanyakan orang juga mengaitkan bimbingan dengan konseling, seperti yang telah disebutkan diatas tadi bahwa bimbingan dan konseling berbeda. Bimbingan diberikan kepada seseorang atau kelompok yang belum mempunyai masalah. Bimbingan juga dilakukan sebagai pencegah masalah yang akan timbul. Sedangkan konseling diberikan kepada seseorang yang telah memiliki masalah dan dapat dipecahkan dan diselesaikan masalahnya dengan proses konseling. Bimbingan sendiri bertujuan untuk merencanakan berbagai kegiatan dalam kehidupan dimasa yang akan datang; Dengan bimbingan individu dapat mengetahui potensi yang ada pada dirinya dan membuat individu dapat mengembangkan karirnya sesuai dengan potensi yang ia miliki. Terkadang ada seseorang yang tidak mengetahui apa potensi yang ia miliki. Untuk mengetahui itu semua dapat dilakukan dengan proses bimbingan. Dengan mengetahui potensi apa yang kita miliki dapat membuat karir kita lebih berkembang dan dapat merencanakan masa depan kita nanti; Di sisi yang lain, konsep etimologis “perkawinan”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan berasal dari kata Kawin yang memperoleh imbuhan Per dan an yaitu sama dengan pernikahan yang berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan secara terminologis berarti dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenang-senang, melakukan hubungan Zakiah Drajat, pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa tenteram serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah SWT. Menurut Zahri Hamid, yang dinamakan nikah menurut syara’ ialah “Akad ijab qabul antar wali calon isteri dan mempelai laki-laki denga ucapan-ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syaratnya. Pernikahan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan konteks bimbingan perkawinan, calon pengantin adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan melaksanakan pernikahan dan sudah mendaftarkan pernikahannya di KUA Kecamatan. Bimbingan perkawinan bagi calon pengantin merupakan pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan penumbuhan kesadaran kepada calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga. Jadi, pada dasarnya, bimbingan perkawinan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kementerian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, p. 399. Kuzari, 1995, p. 95. Sudarsono, 2010, p. 9. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 229 Agama untuk membekali calon pengantin dalam menyongsong kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu dapat disimpulkan tujuan dari bimbingan perkawinan bagi calon pengantin adalah sebagai berikut 1. Membantu individu mencegah timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan pernikahanya, antara lain dengan jalan a. Membantu individu memahami hakikat pernikahan menurut Islam; b. Membantu individu memahami tujuan pernikahan menurut Islam; c. Membantu Individu memahami persyaratan-persyaratan pernikahan menurt Islam; d. Memnbantu individu memahami kesiapan dirinya untuk menjalankan pernikahan e. Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. 2. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga, antara lain dengan a. Membantu individu memahami hakikat kehidupan berkeluarga; b. Membantu individu memahami tujuan hidup berkeluarga menurut Islam c. Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berumah tangga; d. Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan kehidupan rumah tangga sesuai ajaran Ketahanan Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Meski demikian, perannya sangat besar. Keluarga merupakan sekolah pertama dan utama bagi setiap anak bangsa sebelum terjun ke masyarakat. Keluarga juga pondasi utama dalam membangun sistem dan tatanan sosial sehingga ketahanan keluarga merupakan basis ketahanan nasional. Tujuan pembentukan keluarga secara umum adalah untuk mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Maka dalam hal ini konsep utama ketahanan keluarga dapat dirangkum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 bahwa antara lain 1. Bab II Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat 2, bahwa pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. 2. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Musnamar, 1992, p. 71. 230 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 3. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. 4. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. 5. Pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk meningkatkan kualitas keluarga, baik sebagai sasaran maupun sebagai pelaku pembangunan, sehingga tercipta peningkatan ketahanan baik fisik maupun non fisik, kemandirian serta kesejahteraan keluarga dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitan/relevansinya dengan bimbingan perkawinan maka bersumber dari UU No. 52 Tahun 2009, proses pewujudan ketahanan keluarga harus dimulai dari adanya proses perkawinan yang sah, menurut nilai-nilai agama. Proses ini ditempuh untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, jumlah anak ideal, bertanggung jawab, hidup harmonis, bertakwa, hidup mandiri, sejahtera, dan bahagia lahir dan batin, dalam kondisi pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan spiritual yang baik. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 231 Sumber Puspitawati, 2012 Bimbingan Perkawinan Dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan keluarga yang sakinah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti ini. Jangankan untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada koridor yang diinginkan oleh Allah SWT dalam mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan bertolak belakang dengan apa yang diinginkan oleh-Nya. Islam mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan atau unit masyarakat yang terkecil yang berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan semua hal sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping menjadi tempat merenjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia serta perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan memberi kepadanya keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Ibu-bapak adalah orang-orang pertama yang diharapkan dapat memberikan bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman. Dalam situasi global saat ini dimana akses media dan informasi sangat deras dan tidak terbendung maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku pada remaja baik berupa perilaku positif maupun negatif. Remaja dengan karakteristik fisik dan psikologis yang spesifik merupakan kelompok usia yang cenderung rentan memiliki beragam permasalahan yang harus dihadapi dengan pendekatan khusus. Kematangan biologis pada usia remaja dalam arti kematangan alat-alat reproduksi diikuti dengan ketertarikan dengan lawan jenis seringkari tidak disertai dengan kematangan psikologis. Dengan segala dinamika yang demikian, maka, disadari atau tidak, untuk membangun keluarga yang harmonis tidaklah mudah. Perlu pendidikan, bimbingan dan nasihat baik sebelum melangsungkan pernikahan maupun setelah berumah tangga. Hal demikian diperlukan agar selama pernikahan, berbagai ekses negatif yang muncul dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.Arifin, 2013, p. 97. 232 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 Masalah-masalah yang muncul akhir-akhir ini terkait dengan perkawinan dan keluarga berkembang pesat antara lain; tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kasus perkawinan siri, perkawinan mut’ah, poligami, dan perkawinan di bawah umur meningkat tajam yang sangat berpengaruh terhadap eksistensi kehidupan sebuah keluarga. Oleh sebab itu, dan seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan keluarga, maka masyarakat bersama unsur terkait perlu kembali menata peran dan fungsinya agar lebih sesuai dengan kondisi dan perkembangan terkini. Untuk menjawab persoalan tersebut, masyarakat harus menyiapkan seluruh perangkat pelayanan tersmasuk SDM, sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya sebuah lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal. Keutuhan keluarga menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan. Fenomena perkawinan pada masa sekarang, sepertinya sebatas kontrak sosial, sehingga terjadi kawin-cerai. ”Data Badan Peradilan Agama Badilag Mahkamah Agung RI tahun 2010 melansir bahwa selama 2005 sampai 2010, atau rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Dari dua juta pasangan menikah tahun 2010, ada, pasangan bercerai. Tingginya angka perceraian di Indonesia, yang notabena, tertinggi se-Asia Pasifik. Data tersebut, juga memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan, padahal keharmonisan keluarga adalah dambaan setiap orang yang melaksanakan pernikahan dan merupakan merupakan awal terwujudnya tatanan masyarakat yang harmonis”. Dalam catatan Fathurizqi dari penelitiannya terhadap kasus-kasus perceraian selama kurun waktu dua tahun, sejak April 2012 sampai Juni 2014, terdapat hal-hal penting terkait dengan perceraian, yaitu 1. Kebanyakan kasus perceraian yang terjadi dialami oleh pasangan usia perkawinan yang relatif muda kurang dari 10 tahun. 2. Rata-rata usia pasangan yang bercerai berkisar di bawah 45 tahun laki-laki dan 40 tahun perempuan. 3. Pasangan yang "dianggap" memiliki kecantikan dan ketampanan mendominasi perceraian dibandingkan yang berwajah pas-pasan. 4. Salah satu pasangan umumnya suami tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya istri dan anak-anak. Farid, Dari data yang lain, misalnya dari Kementerian Agama, yang melansir bahwa angka perceraian secara nasional di Indonesia cenderung mengalami kenaikan. Kenaikannya berkisar antara 16-20%. Lihat, Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, 2017, p. iv Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 233 5. Salah satu pasangan umumnya istri terlalu menuntut dan tidak bisa menghargai hasil usaha pasangannya suami. 6. Kasus perceraian yang terjadi karena orang ketiga lebih banyak disebabkan karena adanya jarak antara pasangan, apakah itu jarak dalam arti harfiah, maupun jarak dalam arti psikologis 7. Beberapa kasus perceraian disebabkan karena permasalahan sepele, namun berakibat fatal karena tidak adanya keterbukaan antara suami-istri, ataupun pihak keluarga suami-istri. 8. Dalam beberapa kasus, keterlibatan pihak keluarga yang berlebihan, atau mendominasi rumah tangga anak-anaknya juga mempunyai andil yang besar mengantarkan pasangan suami-istri ke gerbang perceraian. 9. Ketidakjujuran, atau tidak adanya koordinasi yang baik antar suami-istri dalam hal finansial income dan outcome juga menjadi salah satu pemicu perceraian. 10. Pada beberapa kasus, penulis dapati antara pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri malah tidak memiliki komunikasi yang baik, bahkan yang lebih parah adalah ada yang tidak pernah melakukan komunikasi. Hal seperti ini biasanya terjadi karena perkawinan antara pasangan anak- anak mereka tersebut tidak mendapat restu dari pihak keluarga. 11. Beberapa kasus perceraian, yang sering dijadikan alasan perceraian oleh salah satu pasangan umumnya istri adalah akhlak atau kelakuan salah satu pihak yang buruk, seperti berjudi, mabuk, suka main pukul, dan terjerat narkoba. Anehnya, untuk kasus ini rata-rata pasangan tersebut sudah mengetahui bahwa pasangannya sudah memiliki tabiat seperti itu sejak masih berstatus lain terkait pernikahan adalah adanya kekhawatiran kesucian pernikahan yang dapat ternodai oleh wawasan dan perilaku negatif seksual pra nikah di kalangan remaja. VOA Indonesia merilis Fokus utama Hari Populasi Dunia 11 Juli tahun 2014, adalah kehamilan remaja, yang menurut data PBB terjadi pada sekitar 16 juta orang per tahun. Hasil survey Komnas Perlindungan Anak tahun 2008, remaja SMP dan SMA 97% pernah menonton film porno, 63% melakukan hubungan seksual di luar nikah, dan 21% diantaranya melakukan aborsi. Data BKKBN tahun 2010, data penelitian tahun 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makasar, berkisar 47,54% remaja melakukan hubungan seks pranikah. Selain itu pernikahan dini turut menyumbang angka perceraian, beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan dini antara lain pertama minimnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan batas minimum usia diperbolehkannya menikah; kedua, meringankan beban ekonomi orang tua; ketiga, kuatnya stigma “perawan tua” di kalangan masyarakat desa; keempat, Fathurrizqi, 234 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 kekerasan dalam rumah tangga; kelima, rendahnya tingkat pendidikan orangtua dan remaja; dan keenam, faktor masifnya teknologi informasi yang mempermudah akses para remaja pada tayangan kesejangan antara idealita perkawinan dengan realitas kondisi kerapuhan keluarga, adanya perilaku seksual pranikah yang buruk di kalangan remaja, hubungan antara persepsi dan perilaku pranikah, maka, bimbingan perkawinan bagi calon pengantin merupakan suatu keniscayaan. Bimbingan perkawinan adalah upaya mempersiapkan pasangan calon pengantin memasuki mahligai rumah tangga. Calon pengantin perlu mendapat pengetahuan tentang cara mewujudukan keluarga bahagia, membangun kesadaran bersama, mewujudkan keluarga sehat berkualitas, mengatasi berbagai konflik keluarga, memperkokoh komitmen, serta berbagai keterampilan hidup life skills untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan global yang semakin terbitnya Kepdirjen Bimas Islam Nomor 373 tahun 2017 ini, maka Kementerian Agama urun rembug antara Diretorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI dan Puslitbang Bimas Islam dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, menuntaskan permasalahan kerapuhan rumah tangga dengan mengubah konsepsi dasar pendidikan pra nikah kepada calon pengantin lebih masif dan komprehensif. Hal ini dilakukan karena sebelumnya dalam Suscatin, metode dan materinya kurang optimal bahkan terkesan hanya seremonial. Metode yang digunakan pun hanya metode ceramah tanpa ada variasi. Materinya juga lebih banyak diarahkan pada pembahasan syariat fiqh munakahat sehingga kegiatan suscatin cenderung monoton dan membosankan. Dengan demikian, revitalisasi suscatin menjadi bimbingan perkawinan menjadikan kegiatan ini dalam pelaksanaannya menggunakan metode untuk mencapai tujuan utamanya yaitu menciptakan keluarga sakinah. Metode yang digunakan dalam bimbingan ini adalah dengan cara ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lapangan. Bimbingan Perkawinan diselenggarakan Kementerian Agama Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh Kemenag Kabupaten/Kota adalah Nur R & dkk, 2012, p. 12. Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 373 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin. Sebelumnya Suscatin hanya dilakukan di kantor Urusan Agama dalam durasi hanya beberapa dua atau tiga jam saja, maka dalam binwin dilaksanakan selama dua hari atau 16 jam dan merupakan satu keharusan/persyaratan yang harus dipenuhi calon pengantin. Kursus Calon Pengantin Dituntut Lebih Optimal Untuk Tekan Angka Perceraian Republika Online, Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 235 merupakan upaya nyata/kongkrit yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan, menatalaksanakan dan membina perkawinan yang baik dan benar. Secara garis besar tujuan dari Bimbingan Perkawinan bertujuan; agar semua peserta mengetahui bagaimana mempersiapkan, menatalaksanakan dan membina perkawinan yang baik dan benar, peserta memiliki motivasi yang kuat dan teguh tentang bagaimana membentuk keluarga yang berhasil, bahagia, sejahtera dan kekal; peserta dapat memahami dan mengatasi tantangan, ancaman, gangguan dan problematika perkawinan dan rumah-tangga; peserta memahami aspek-aspek kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga dan management ekonomi keluarga; peserta dapat menanamkan, mengamalkan dan menghayati nilai nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam keluarga. Sedangkan target dari program ini diharapkan pasangan calon pengantin memiliki dasar yang kuat dan bekal yang cukup guna mengarungi bahtera rumah-tangga, sehingga pada gilirannya mampu membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal dalam rangka menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, damai dan tenteram sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia Ketahanan Keluarga Nasional. Kegiatan Bimbingan Perkawinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang digunakan untuk menghubungkan fasilitator dengan peserta, yaitu sarana dan pembiayaan, antara lain 1. Sarana pembelajaran dalam bentuk silabus dan modul yang disediakan oleh Kementerian Agama; 2. Pembiayaan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin ini bersumber dari dana APBN dan PNBP NR. Sarana dalam bimbingan perkawinan juga dapat berupa peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan bimbingan perkawinan. Sarana ini dapat berupa fisik dan non fisik. Adapun yang dimaksud dengan sarana fisik disini adalah perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan bimbingan perkawinan oleh fasilitator melalui Kemenag Kab/Kota, antara lain 1. Tempat pelaksanaan bimbingan perkawinan 2. Meja 3. Kursi 4. Laptop 5. LCD 6. Kertas HVS 7. Spidol besar dan kecil 8. Kertas buram, flipchart, metaplan 9. White board 10. lakban Sedangkan yang dimaksud dengan sarana non fisik lebih ditekankan kepada kecakapan fasilitator dalam 236 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 1. Memahami dan mengenal siapa sebenarnya peserta yang mengikuti bimbingan perkawinan tersebut; 2. Memahami apa sebenarnya yang dibutuhkan peserta untuk bekal menjalani kehidupan berumah tangga kelak, selain itu, sifat fasilitator harus ramah, memiliki niat baik, jujur dan berpengalaman agar peserta bisa yakin dan percaya bahwa fasilitator tersebut membrikan materi yang bermanfaat. Dalam bimbingan perkawinan, peserta tidak dipungut biaya sepeserpun dana yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan ini berasal dari subsidi silang Pendapatan Negara Bukan Pajak niaya Nikah dan Rujuk, jadi dana pasangan calon pengantin yang akan melakukan akad nikah diluar Kantor Urusan Agama sebesar Rp. sebagian disalurkan untuk pelaksanaan bimbingan perkawinan proses pelaksanaan bimbingan perkawinan berdurasi 16 jam tersebut, para calon pengantin akan diajak dan dibekali penguatan dan kemampuan yang terintegrasi secara menyeluruh, tidak melulu ceramah tapi juga terdapat season game ice breaking, adapun materi-materi yang disampaikan dalam kegiatan tersebut berdasarkan modul yang adalah 1. Perkenalan dan kontrak belajar, Perkenalan dan kontrak belajar bertujuan membangun suasana pelatihan yang akrab, komunikatif dan partisipatoris dan memetakan latar belakang peserta bimbingan, materi ini akan menjadi pembuka seluruh rangkaian kegiatan pelatihan materi ini dimaksudkan untuk mencairkan suasana belajar. 2. Mempersiapkan perkawinan kokoh menuju keluarga sakinah, Mempersiapkan perkawinan kokoh menuju keluarga sakinah untuk membuat peserta mampu merumuskan cita-cita tertinggi hidup, mengaitkannya dengan tujuan jangka panjang dan pendek perkawinan, serta mewujudkannya selaras dengan status sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Belum lagi jika dikaitkan dengan tanggung jawab sebagai warga Negara untuk turut serta dalam proses perwujudan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar pembangunan penting di Indonesia. 3. Mengelola dinamika perkawinan dan keluarga, Bimbingan perkawinan dilakukan dalam rangka mengelola dinamika perkawinan dan keluarga yang dimaksudkan agar peserta mengenali hal-hal terpenting didalam perkawinan bagi dirinya dan bagi pasangannya, memiliki kesadaran diri dan social, dan memahami pespektif Islam tentang dinamika perkawinan dan kaitannya dengan pembangunan bangsa dan negara. 4. Memenuhi kebutuhan keluarga, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, 2019. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 237 Memenuhi kebutuhan keluarga bertujuan agar peserta mampu mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan keluarga dan memahami peran dan tugas yang harus dibagi dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga juga memahami bahwa mereka dapat bekerja sebagai teamwork. 5. Menuju kesehatan reproduksi keluarga, Menuju kesehatan reproduksi keluarga bertujuan agar peserta mampu memahami konsep kesehatan reproduksi keluarga dan memiliki ketrampilan untuk mendiskusikan hal-hal terkait kesehatan reproduksi secara terbuka dengan calon suami/istri. Karena kesehatan reproduksi merupakan salah satu pilar dalam keluarga sakinah yang turut menentukan kebahagian dan masa depan keluarga. 6. Menyiapkan genarasi berkualitas, Menyiapkan generasi berkualitas, dimana materi ini mengajak peserta mengeksplorasi pemikiran dan harapan mereka tentang anak-anak dalam keluarga mereka kelak, mereka juga memahami prinsip perkembangan anak dan pola pengasuhan anak dalam Islam, memiliki kesadaran diri atas perannya sebagai orang tua dan memiliki kesepakatan dengan pasangan mengenai prinsip pengasuhan anak yang akan diterapkan dalam keluarga. 7. Mengelola konflik dan membangun ketahanan keluarga, Mengelola konflik dan membangun ketahanan keluarga, materi ini merupakan penguatan pengetahuan peserta tentang tantangan yang semakin kompleks baik didalam maupun diluar keluarga, tujuannya agar mereka mengenali sumber-sumber konflik dan bagaimana mengelolanya dalam kehidpan rumah tangga, mampu mengantisipasi tantangan yang mengancam ketahanan keluarga sekaligus mampu membentengi diri dari berbagai kemungkinan yang dapat meruntuhkan keutuhan keluarga. 8. Refleksi dan terakhir dalam bimbingan perkawinan ini adalah refleksi dan evaluasi dimana dalam sesi ini peserta diajak melakukan refleksi tentang dampak dari proses bimbingan perkawinan pada persiapan mental mereka menuju perkawinan, selain itu peserta juga diajak melakukan evaluasi terhadap proses bimbingan, baik secara substansi maupun teknis agar bisa dijadikan dasar peningkatan layanan bimbingan perkawinan selanjutnya, tujuan dari sesi ini adalah mereka mampu menilai tingkat kesiapan mental dirinya maupun kesiapan bersama calon suami atau istri sebagai pasangan untuk menikah dan membangun keluarga sakinah serta mereka mampu merumuskan hal-hal baru Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, 2016, p. 1. 238 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 dan hal-hal yang perlu diperbaiki dalam proses bimbingan, baik secara substansi maupun mengikuti bimbingan perkawinan, Kementerian Agama akan memberikan tanda bukti kelulusan berupa sertifikat yang digunakan untuk syarat pencatatan pernikahan, maka bimbingan perkawinan bagi calon pengantin ini wajib diikuti oleh seluruh calon pengantin dikarenakan sertifikat dari bimbingan perkawinan merupakan syarat yang akan dilampirkan pada pencatatan perkawinan. Tidak semata pemberian sertifikat, melalui bimbingan perkawinan ini juga diharapkan para calon pengantin benar-benar meresapi dan siap dalam menjalani pernikahannya secara bertanggung jawab yang diharapkan juga dapat menguatkan kembali ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar pembangunan di Indonesia. Karena telah tersistematika sedemikian rupa, maka, bimbingan perkawinan memiliki peluang besar dalam pengaplikasiannya. Aplikasi bimbingan perkawinan menjadi penting dalam upaya pengimplementasian Perdirjen Bimas Islam No 373 Tahun 2017, bahwa revitalisasi yang dilakukan Kementerian Agama di bidang bimbingan perkawinan memberikan dampak signifikan dalam mewujudkan rumah tangga yang kokoh, langgeng, dan bahagia, artinya tren peningkatan angka perceraian dapat diminimalisir dengan bimbingan perkawinan dilakukan melalui pendekatan pelatihan calon pengantin dengan menghadirkan kurikulum, menambah konten materi, dan memperkuat fasilitator bimbingan. Kementerian Agama Kemenag dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN bahkan menjadi leading sector dalam program ini. Perwujudannya dapat dilihat selain dari materi dasar yang diberikan, juga terdapat materi lain yang juga disiapkan di antaranya menyangkut penyelesaian konflik keluarga dan keterampilan hidup menghadapi tantangan global, dengan life skill dan soft skill, semisal mengajarkan kemampuan berusaha dan memperoleh modal untuk usaha. Materi tersebut dinilai penting mere spon tingginya angka perceraian di Indonesia yang pada ujungnya dapat menjaga ketahanan keluarga. Bahkan, oleh BKKBN diusulkan terdapat pula edukasi kesehatan reproduksi wajib dan pemberian makanan bergizi secara konsisten pada anak dimasukkan dalam bimbingan perkawinan untuk mendapatkan sertifikasi perkawinan. Peluang untuk mewujudkan ketahanan keluarga nasional juga semakin besar dengan dukungan lintas kementerian karena merupakan isu Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, 2016, pp. 2–130. Terkait efektifitas pelaksanaan kursus pranikah secara umum dan bimbingan perkawinan secara umum, dapat dikatakan belum terlihat hasilnya secara luas. Problem utamanya adalah dalam hal pencatatan karena tidak semua pernikahan dan terutama perceraian dilaporkan kepada petugas berwenang. Namun beberapa wilayah saja yang terkategori efektif untuk mencegah angka perceraian. Lihat, Tahir, 2018, pp. 1–18. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 239 yang strategis dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan sosial di Indonesia maka pembangunan keluarga merupakan salah satu isu tematik dalam pembangunan nasional. Upaya peningkatan pembangunan sosial tidak terlepas dari pentingnya keluarga sebagai salah satu aspek penting pranata sosial yang perlu diperhatikan. Kekuatan pembangunan nasional, berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan fondasi dasar bagi keutuhan kekuatan dan keberlanjutan pembangunan. Sebaliknya, keluarga yang rentan dan tercerai-berai mendorong lemahnya fondasi kehidupan masyarakat bernegara. Bentuk pentingnya ketahanan keluarga ini terwujud dengan lahirnya berbagai indikator yang pada hulunya bermula dari apa yang telah diimplementasikan dalam program bimbingan perkawinan. Namun demikian, tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan ini antara lain belum menyentuh seluruh wilayah lagi bila kita membicarakan anggaran kegiatan tentu sesuatu yang sangat ironis, karena berdasarkan pemaparan direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, mulai tahun 2019 ini sudah dianggarkan di APBN selain tetap menerima subsidi dari PNBP NR, kemudian dari faktor SDM yang belum sepadan dengan jumlah calon pengantin yang melaksanakan pencatatan dengan Suscatin yang narasumbernya bisa disampaikan oleh siapa saja Kepala KUA, Penghulu, penyuluh dan dari unsur BP4, maka dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan perkawinan hanya boleh diisi oleh narasumber yang telah mendapat sertifikat Bimbingan teknis Fasilitator Bimbingan Perkawinan Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama RI. Faktor lain, yang menghambat efektivitas bimbingan perkawinan ini adalah minimnya kesadaran calon pengantin terhadap pentingnya manfaat yang di dapat selama mengikuti pelaksanaan bimbingan perkawinan. Apalagi bagi calon pengantin yang ini bukan kali pertamanya, ia menganggap pernikahan itu sama saja dan tidak membutuhkan bimbingan perkawinan. Disamping itu ada pula calon pengantin yang tidak mengikuti secara penuh kegiatan ini dengan alasan beragam misalnya kesibukan mempersiapkan acara pernikahannya. Penutup Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pp. 1–22. Berdasarkan Perdirjen Bimas Islam Nomor 373 Tahun 2017, Bimbingan perkawinan baru ada di 16 propinsi yakni Aceh, Sumatera Utara, Barat, Selatan, Kepri, DI Yogyakarya, Jawa Barat, Tengah dan Timur, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Maluku dan Gorontalo. Menurut Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, sampai bulan Januari 2019 SDM Bimbingan Perkawinan yang disebut Fasilitator baru berjumlah 1200 orang dari jumlah ideal 6000 orang, meski mendesak dipenuhi kuotanya namun untuk mengadakan Bimbingan Teknis Fasilitator belum dianggarkan secara maksimal. 240 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 Dalam artikel ini paling tidak dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, bahwa pelaksanaan Bimbingan Perkawinan atau yang dikenal dengan istilah Binwin adalah bentuk revitalisasi pelaksanaan pendidikan bagi calon pengantin yang dulu dikenal dengan Kursus Calon Pengantin atau Suscatin. Binwin adalah serangkaian kegiatan pendidikan cara baru bagi calon pengantin yang secara materi dan metode lebih efektif dan efisien dalam rangka menyiapkan calon pengantin agar lebih siap lahir dan batin menyambut kehidupan berumah tangga bersama pasangannya dalam rangka mewujudkan keluarga yang sakinah. Kedua, bahwa terwujudnya keluarga Sakinah, dalam prosesnya juga bermuara pada perwujudan ketahanan keluarga nasional, karena unsur penting dalam ketahanan keluarga nasional adalah lembaga keluarga sebagai unit sosial paling kecil dalam negara/masyarakat. Ketiga, relevansi Binwin dengan pembentukan ketahanan keluarga nasional dapat dilihat dari proses pelaksanaan Binwin, mulai dari materi, metode, fasilitator, dan lain sebagainya yang tidak hanya terdapat dimensi nilai-nilai vertikal-spiritual berupa keluarga Sakinah, namun juga terdapat dimensi horizontal-praktikal berupa persiapan perwujudan ketahanan keluarga nasional. Keempat, bimbingan perkawinan yang secara kelembagaan ditanggung jawabi untuk diselenggarakan oleh Kementerian Agama, pada dasarnya merupakan upaya kongkrit keterlibatan negara dalam dimensi vertikal dan horizontal ini, yang diharapkan mampu mewujudkan terbentuknya banyak keluarga sakinah di Indonesia yang pada akhirnya akan mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar penting pembangunan di Indonesia. Kelima, dalam pelaksanaanya, Binwin sendiri memiliki beragam peluang seperti adanya modal dan dukungan yang besar. Di sisi lain, Binwin juga memiliki beragam tantangan seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan keberpihakan anggaran yang kurang. Daftar Pustaka Arifin. 1976. Pokok-pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah dan di Luar Sekolah. Bulan Bintang. Arifin, G. 2013. Menikah untuk Bahagia Fiqih Nikah dan Kamasutra Islami. Kompas Gramedia. Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia p. 399. Balai Pustaka. Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah. 2019, March 15. Bimtek Fasilitator Bimbingan Perkawinan, Hotel Grand Duta Palembang. Nurhalimah dan Agus Aditoni Urgensi Quantum Ikhlas untuk.... 241 Farid. Melonjaknya Angka Perceraian Jadi Sorotan lagi. Retrieved April 1, 2019, from http//www. .php/ pengaduan/ 315-berita- kegiatan/5167 -melonjaknya-angka- perceraian-jadi-sorotan-lagi-195 Fathurrizqi. Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia. Retrieved March 31, 2019, from http// 2014/06/catat Fauzia, S. A. 2019. Mewujudkan keluarga sakinah melalui bimbingan pra-nikah. Oetoesan Hindia Telaah Pemikiran Kebangsaan, Volume 1. No. 2. Kursus Calon Pengantin Dituntut Lebih Optimal untuk Tekan Angka Perceraian Republika Online. Retrieved September 1, 2019, from Kuzari, A. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Raja Grafindo Persada. Musnamar, T. 1992. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islami. UII Press. Nur R, T. H., & dkk. 2012. Policy Paper Dukungan Aisyiyah terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bantul. PP ’Aisyiyah dan The Asia Foundation. Nurfauziyah, A. 2017. Bimbingan Pranikah bagi Calon Pengantin dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah. Irsyad Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, Dan Psikoterapi Islam, Volume 5, Nomor 4. Prayitno, E. A. 2013. Dasar-dasar Bimbingan & Konseling. Rineka Cipta. Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia. PT. IPB Press. Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI. 2016. Modul Bimbingan Perkawinan untuk Calon Pengantin. Subdit Bina Keluarga Sakinah. Subdit Bina Keluarga Sakinah Dirjen Bimas Islam Kemenag RI. 2017. Pondasi Keluarga Sakinah. Subdit Bina Keluarga Sakinah. Sudarsono, S. 2010. Hukum Perkawinan Nasional. Rineka Cipta. Tahir, M. 2018. Efektivitas Kursus Calon Pengantin Dalam Menekan Angka Perceraian di Wilayah Kerja KUA Kecamatan Batukliang, Jurnal MUSAWA Vol 17, No 1 2018. Musawa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 17. No. 1. Winkel. 1999. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Depdikbud dan Rineka Cipta. 242 Islamic Counseling Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5, No. 2, 2021 Zaini, A. 2015. Membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan konseling pernikahan. Konseling religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 6, No. 1. ... Kepala Kantor Urusan Agama senagai pelaksana teknis pada Kementerian Agama perlu memberikan bimbingan perkawinan secara intensif kepada masyarakat atau calon pengantin agar hasilnya dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan perkawinan dan dalam membentuk keluarga sakinah. Bimbingan perkawinan bagi calon pengantin merupakan pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan penumbuhan kesadaran kepada calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga dan keluarga Prayogi & Jauhari, 2021. ...Mustar MustarMoh. JalaludinResearch objectives To describe the role of the head of the Office of Religious Affairs and the implementation of the marriage guidance program at the Batumarmar Pamekasan Religious Affairs Office. Research with a qualitative approach, and phenomenological type. Sources of data in this study were the chairman, staff, and the bride and groom. Data collection techniques used are interviews, observation, and documentation. Data reduction processing techniques, data presentation, and drawing conclusions. Checking the validity of the data by continuous observation, peer checking, as well as triangulation of data sources and triangulation of techniques. The results of the study 1 the role of the head of the Office of Religious Affairs in marriage guidance a dividing tasks, mobilizing, directing, guiding, and coordinating marriage guidance programs to staff members, b monitoring and evaluating marriage guidance programs to staff members, and c provide services and guidance in the field of marriage, reconciliation and sakinah families, and 2 implementation of marriage guidance programs by providing guidance on the meaning and purpose of marriage, terms and pillars of marriage, rights and obligations of husband and wife, how to resolve family conflicts, and the formation of a sakinah HarjaRamlah RamlahRahmi HidayatiThe implementation of marriage guidance for prospective bride and groom candidates at the Jambi City Religious Affairs Office is not in accordance with the Decree of the Director General of Islamic Guidance Number 379 of 2018 concerning Guidelines for Implementing Marriage Guidance for Bride and Groom Candidates. For instance, prospective bride and groom candidates do not get a marriage guidance book and the duration of the guidance is relatively short from the time stipulated by the Director General's Decree. Qualitative approach was used in this study with a research design using a case study conducted at the Jambi City Ministry of Religion Office with the research samples being the Telanaipura District Religious Affairs Office, Kota Baru District Religious Affairs Office and East Jambi Religious Affairs Office. The data was collected by using observation, interviews, and documentation. This research resulted in four things. First, the implementation of marriage guidance is divided into two face-to-face guidance is carried out at the Jambi City Ministry of Religion office and independent guidance is carried out at the Office of Religious Affairs. Second, the inhibiting factors for the implementation of marriage guidance are internal and external factors. Third, the implementation of marriage guidance at the Jambi City Religious Affairs Office has not run optimally according to the Decree of the Director General of Islamic Guidance Number 379 of 2018. Fourth, the impact of the implementation of marriage guidance is that the bride and groom candidates receive knowledge about the implementation of marriage SalehNurullah AmriMustafa KamalMasrizal MukhtarThis paper aims to examine government policies related to marriage guidance in order to establish family resilience with an Islamic legal philosophy approach. This study used a philosophical approach to Islamic law. The data were collected through literature studies and in-depth interviews. The results of the study indicate that government policy has created a marriage guidance program to increase family resilience. The implementation of marriage guidance in Aceh still faces obstacles from the formulation of the implementation model, the preparation of operational standards, methods, techniques, materials, and time allocation, as well as synergies with other related agencies. Marriage guidance is not an absolute requirement for marriage. Both the provincial Ministry of Religion and the City Regency Ministry of Religion do not periodically evaluate the marriage guidance program. The budget from the government is still minimal, and the need for cooperation between institutions causes the implementation of marriage guidance not to run optimally. However, marriage guidance from the perspective of Islamic legal philosophy aims for the benefit of prospective husband and wife, their families and communities, and even the state, therefore, this program is quite essential. Moreover, it is associated with family resilience, meaning that marriage guidance will strongly influence family Mahayuni RmdHeri Fadli WahyudiSyaifatul JannahLuthfatul QibtiyahIslam adalah agama yang memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memeluk agamanya. Dan tentu saja dalam islam juga dianjurkan untuk menyempurnakan separuh keimanannya salah satunya dengan menikah dan memiliki keturunan. Karena dalam pernikahan itu adanya tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dari anjuran ini, pasti adanya hikmah atau pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya di dalam membangun rumah tangga kedepannya. Pada penelitian kali ini peneliti mendeskripsikan bahwa dengan adanya program bimbingan pranikah yang diadakan maka diharapkan akan menjadikan sebuah keluarga yang harmonis, keluarga yang aman, damai, dan yang terpenting adalah keluarga yang bisa mewujudkan pertahanan keluarganya supaya menjadikannya sebagai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan terpenting dari pernikahan itu sendiri sebagaimana yang ada dalam ar-Rum ayat 21 dimana didalam ayat itu menjelaskan bahwa dari pernikahan itu kita dapat memperoleh yang namanya ketentraman, kenyamanan, rasa kasih sayang, cinta dan lain KiromPada awal 2020 sampai dengan pertengahan tahun merupakn tahun yang cukup berat bagi seluruh negara di seluruh bagian dunia. Sejak adanya pandemi ini UMKM merupakan salah satu sector yang terdampak. Supaya para pelaku UMKM biasa survive di era pandemic maka harus segera beradaptasi dengan melakukan digitalisasi umkm, karena era pandemic seperti sekarang ini para warga mulai nyaman dengan transaksi yang dilakukan secara digital. Tujuan dari kegiatan digitalisasi UMKM ini ialah untuk membantu UMKM supaya bisa survive menghadapi era pandemic dan bisa menghadapi era new normal. Kegiatan ini dilakukan dengan 3 tahap pertama, pembuatan dan pemberian buku panduan digitalisasi UMKM kepada pelaku UMKM, kedua pengembangan digitalisasi UMKM, dan survey hasil pengembangan digitalisasi UMKM. Kegiatan ini di ikuti oleh para pelaku UMKM di sekitar desa Wonoyoso. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat tentang digitalisasi UMKM ini adalah berupa sosialisasi dan pendampingan terhadap UMKM. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa pelaku UMKM sudah mulai memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan Angka Perceraian Jadi Sorotan lagiFaridFarid. Melonjaknya Angka Perceraian Jadi Sorotan lagi. Retrieved April 1, 2019, from http//www. pengaduan/ 315-berita-kegiatan/5167 -melonjaknya-angka-perceraian-jadi-sorotan-lagi-195Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di IndonesiaFathurrizqiFathurrizqi. Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia. Retrieved March 31, 2019, from http// 2014/06/catat Sebagai Perikatan. Raja Grafindo PersadaA KuzariKuzari, A. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Raja Grafindo Konseptual Bimbingan Konseling IslamiT MusnamarMusnamar, T. 1992. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islami. UII Paper Dukungan 'Aisyiyah terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bantul. PP 'Aisyiyah dan The Asia FoundationR NurNur R, T. H., & dkk. 2012. Policy Paper Dukungan 'Aisyiyah terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bantul. PP 'Aisyiyah dan The Asia Pranikah bagi Calon Pengantin dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah. Irsyad Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, KonselingA NurfauziyahNurfauziyah, A. 2017. Bimbingan Pranikah bagi Calon Pengantin dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah. Irsyad Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, Konseling, Dan Psikoterapi Islam, Volume 5, Nomor dan Keluarga Konsep dan Realita di IndonesiaH PuspitawatiPuspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia. PT. IPB Perkawinan Nasional. Rineka CiptaS SudarsonoSudarsono, S. 2010. Hukum Perkawinan Nasional. Rineka Kursus Calon Pengantin Dalam Menekan Angka Perceraian diM TahirTahir, M. 2018. Efektivitas Kursus Calon Pengantin Dalam Menekan Angka Perceraian di Wilayah Kerja KUA Kecamatan Batukliang, Jurnal MUSAWA Vol 17, No 1 2018. Musawa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 17. No. 1. .